Pada tahun 1973, IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia) pertama
kalinya melakukan kongres untuk menyusun kode etik bagi profesi akuntansi di
Indonesia. Penyempurnaan terhadap kode etik pun kerap kali terjadi yaitu pada
tahun 1986, 1990, 1994, dan yang terakhir pada tanggal 23 hingga 25 September
1998 bertempat di Jakarta. Hasil yang telah ditetapkan oleh IAI pada kongres
tersebut berupa Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia yang terdiri dari tiga
bagian yaitu prinsip etika, aturan etika, dan interpretasi aturan etika.
Prinsip etika memberikan kerangka dasar aturan etika yang
mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh para anggota profesi. Seorang
akuntan harus memiliki kode etik profesi atau yang disebut dengan kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia yang merupakan pedoman untuk berinteraksi dengan klien,
sesama anggota seprofesi, dan masyarakat. Prinsip etika akuntan meliputi
delapan butir pernyataan yang terdiri dari tanggung jawab profesi, kepentingan
public, integritas, obyektivitas, kompetensi dan kehati-hatian professional,
kerahasiaan, perilaku professional, dan standar teknis. Berikut ini penjabaran
untuk setiap poinnya:
1. Tanggung Jawab Profesi
Setiap akuntan haruslah bertanggung jawab dalam bekerja sama
dengan rekan seprofesinya dalam hal mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur
dirinya sendiri. Selain itu, moral serta sikap profesionalisme pun kerap kali
dipertimbangkan guna menjaga profesionalismenya.
2. Kepentingan Publik
Kepentingan utama profesi seorang akuntan adalah untuk
membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat
prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai
tingkat prestasi tersebut dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati
kepercayaan publik. Setiap akuntan hendaknya berdedikasi tinggi guna mencapai
profesionalisme yang baik oleh sebab itu, mereka haruslah memenuhi tanggung
jawab profesionalnya.
3. Integritas
Seorang akuntan haruslah bersikap jujur dan transparan
tetapi tanpa membocorkan rahasia penerima jasa. Lebih dari pada itu,
kepentingan pribadipun harus di pendam dan lebih mengutamakan kepercayaan klien
atau penerima jasa.
4. Obyektivitas
Akuntan harus memiliki sikap adil, tidak memihak, tidak berperasangka, jujur secara intelektual, dan tidak terpengaruh pihak manapun. Obyektivitas disini adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan. Akuntan dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen sedangkan yang lain menyiapkan laporan keuangan, seorang bawahan melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
Akuntan harus memiliki sikap adil, tidak memihak, tidak berperasangka, jujur secara intelektual, dan tidak terpengaruh pihak manapun. Obyektivitas disini adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan. Akuntan dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen sedangkan yang lain menyiapkan laporan keuangan, seorang bawahan melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap akuntan harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan
berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya
pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang
memungkinkan seorang akuntan untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan
kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi akuntan atau
perusahaan, akuntan wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada
pihak lain yang lebih kompeten. Setiap akuntan bertanggung jawab untuk
menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan
pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus
dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap akuntan mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, akuntan bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesi
Setiap akuntan harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh akuntan sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, akuntan yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap akuntan harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
6. Kerahasiaan
Setiap akuntan mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, akuntan bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesi
Setiap akuntan harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh akuntan sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, akuntan yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap akuntan harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar